Unhas Bahas Regulasi Pemilu, Wanti-wanti Politik Uang
Curated by Supa AI

Ringkasan
- Universitas Hasanuddin (Unhas) melalui Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) bersama Diktisaintek Berdampak menyelenggarakan Workshop Publik Nasional bertajuk "Menuju Pemilu yang Adil dan Representatif: Masukan Publik untuk Revisi Regulasi Kepemiluan di Indonesia" pada Selasa, 29 Juli 2025.
- Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Manusia, Alumni, dan Sistem Informasi Unhas, Prof. Farida Patittingi, menegaskan bahwa politik uang dan biaya politik mahal menjadi ancaman serius bagi keadilan demokrasi di Indonesia, membentuk sistem yang tidak adil.
- Diskusi ini menjadi relevan mengingat keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memisahkan jadwal pemilu presiden/wakil presiden, anggota DPR RI/DPD, dengan pemilu DPRD provinsi/kabupaten/kota serta pemilihan kepala daerah.
- Akademisi Ilmu Politik Unhas, Endang Sari, mengusulkan standar pendidikan formal yang lebih tinggi untuk calon pejabat legislatif dan eksekutif, yakni minimal S3 untuk Presiden dan DPR RI, S2 untuk Gubernur dan DPRD Provinsi, serta S1 untuk Bupati/Wali Kota dan DPRD Kabupaten.
- Selain itu, Endang Sari juga menekankan bahwa semua calon harus berasal dari perguruan tinggi terakreditasi dan memiliki rekam jejak yang bersih dari korupsi sebagai bentuk integritas publik.
- Wakil Menteri Dalam Negeri RI, Dr. Bima Arya Sugiarto, mengapresiasi inisiatif Unhas dan menekankan pentingnya partisipasi publik dalam revisi regulasi kepemiluan untuk menciptakan demokrasi yang ideal.
- Terkait pelanggaran pemilu, Adrian Bimantara dari Kompasiana.com dalam kajiannya menyoroti bahwa pelaku tindak pidana pemilu tidak hanya individu, tetapi juga dapat melibatkan badan hukum seperti partai politik dan aparatur negara yang tidak netral, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
- Kajian tersebut juga menyoroti bahwa implementasi sanksi pidana terhadap pelanggaran pemilu masih menghadapi kendala dalam penegakan hukum, kepastian norma, dan kesetaraan perlakuan hukum, yang menyebabkan rendahnya efektivitas penanganan tindak pidana pemilu.
Timeline
Fact Check
Politik uang dan biaya politik mahal bisa membentuk sistem demokrasi yang tidak adil.
Verified from 1 sources
Pernyataan ini dikonfirmasi oleh Prof. Farida Patittingi, Wakil Rektor Unhas, dalam workshop tersebut.
Pelaku tindak pidana pemilu tidak hanya terbatas pada individu, tetapi juga melibatkan badan hukum seperti partai politik, serta aparat negara yang tidak netral.
Verified from 1 sources
Dikonfirmasi dalam kajian normatif oleh Adrian Bimantara di Kompasiana.com yang merujuk pada UU Nomor 7 Tahun 2017.
Presiden dan DPR RI minimal lulusan S3, Gubernur serta DPRD Provinsi S2, dan Bupati/Walikota serta DPRD Kabupaten minimal S1.
Verified from 1 sources
Ini adalah usulan spesifik dari Endang Sari, Dosen Ilmu Politik FISIP Unhas, dalam workshop tersebut.
Sources
Unhas Bahas Revisi Regulasi Pemilu: Politik Uang Ancam Keadilan Demokrasi
Prof. Farida: Politik uang dan biaya politik mahal bisa membentuk sistem demokrasi yang tidak adil.
Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelanggaran Pemilu: Kajian Normatif Atas Subyek Hukum dan Sanksi - Kompasiana.com
Artikel ini mengkaji secara normatif pertanggungjawaban pidana terhadap pelanggaran pemilu dengan fokus pada identifikasi subjek hukum serta sanksinya.
Akademisi Unhas Usulkan Standar Pendidikan S1 hingga S3 untuk Calon Legislatif dan Eksekutif
Jejakfakta.com, MAKASSAR – Akademisi Ilmu Politik Universitas Hasanuddin (Unhas) mengusulkan adanya standar pendidikan formal bagi calon pejabat legislatif...
DPD KNPI Makassar Dukung Transformasi Digital Pemkot Lewat QRIS di Pasar dan Terminal
Langkah digitalisasi oleh Pemkot Makassar dinilai sebagai inovasi sosial yang mendorong efisiensi dan transparansi oleh kalangan pemuda.
Sony Gugat Tencent Soal Plagiarisme, Light of Motiram Disebut Tiru Horizon
Sony telah menggugat Tencent terkait plagiarisme. Mereka menuduh game terbaru Tencent, Light of Motiram, meniru Horizon Zero Dawn dan Horizon Forbidden...